5 Masalah Gizi di Indonesia

5 Juni 2023|Artikel|Bagikan :

5 Masalah Gizi

di Indonesia

 

Masalah gizi di Indonesia menjadi persoalan krusial mengingat masa depan bangsa yang dipertaruhkan. Tidak dapat dipungkiri, terpenuhinya kebutuhan gizi masyarakat merupakan indikator penting terhadap kemajuan suatu negara.

Survei Studi Status Gizi menyebutkan prevalensi gizi buruk di Indonesia masih di angka 20% hingga 25%. Padahal target pembangunan jangka menengah Indonesia sebesar 14%. Sejumlah penelitian mengungkapkan bahwa Indonesia memiliki masalah gizi yang beragam dan cenderung meningkat dibandingkan beberapa negara ASEAN lainnya. Ini artinya masalah gizi di Indonesia masih tinggi dan membutuhkan penanganan segera. 

Kementerian Kesehatan RI mengidentifikasi setidaknya ada 5 masalah gizi di Indonesia, antara lain Kurang Energi Protein (KEP), Kekurangan Vitamin A (KVA), Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY), kekurangan zat besi atau Anemia Gizi Besi (AGB), dan Gizi Lebih penyebab obesitas.

1. Kurang Energi Protein (KEP)

Kurang Energi Protein adalah kondisi kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari serta adanya gangguan kesehatan. Kondisi ini merupakan salah satu tanda terjadinya masalah gizi buruk dan defisiensi gizi yang paling berat terutama pada anak dan balita.

ilustrasi berat badan bayi yang masih kurang dari rata-rata

Anak disebut Kurang Energi Protein (KEP) jika berat badannya kurang dari 80% indeks berat badan menurut umur (BB/U) baku WHO NCHS. Ciri-ciri KEP antara lain:

  1. Pertumbuhan terhambat: Anak-anak yang mengalami KEP mungkin memiliki pertumbuhan yang terhambat, baik dalam hal tinggi badan maupun berat badan. 

  2. Kekurangan berat badan: KEP dapat menyebabkan kekurangan berat badan yang signifikan. Seseorang dengan KEP mungkin tampak kurus atau memiliki indeks massa tubuh (BMI) yang rendah.

  3. Kelemahan dan kelelahan: Kurangnya asupan protein dan energi dapat menyebabkan kelemahan otot dan kelelahan yang persisten. Penderita KEP sering kali merasa lemah dan kurang bertenaga dalam menjalani aktivitas sehari-hari.

  4. Penurunan daya tahan tubuh: KEP dapat melemahkan sistem kekebalan tubuh, membuat individu rentan terhadap infeksi dan penyakit. Penderita KEP mungkin lebih sering mengalami penyakit dan kesulitan pulih dari sakit.

  5. Penurunan massa otot: KEP dapat menyebabkan penurunan massa otot, yang dapat terlihat dalam bentuk otot yang tampak lebih kecil atau mengecil. Kekurangan protein menyebabkan tubuh mengambil protein dari jaringan otot untuk digunakan sebagai sumber energi.

Untuk mengatasi Kurang Energi Protein (KEP), sebaiknya kita meningkatkan asupan protein dan energi yang cukup dalam diet sehari-hari. Misalnya dengan mengonsumsi makanan yang kaya protein seperti daging, ikan, telur, kacang-kacangan, dan produk susu. Jika diperlukan, bantuan medis dan pengawasan dari profesional kesehatan dapat memberikan dukungan dan penanganan yang tepat.

2. Kekurangan Vitamin A (KVA)

Kekurangan Vitamin A (KVA) adalah kondisi di mana tubuh mengalami defisiensi atau kekurangan vitamin A. Akibatnya bisa berbahaya jika tidak segera ditangani. Pada anak-anak kondisi KVA dapat menyebabkan masalah penglihatan dan meningkatkan risiko penyakit diare dan campak.

Berikut adalah ciri-ciri Kekurangan Vitamin A (KVA) yang perlu diwaspadai:

  1. Masalah dengan penglihatan malam: Salah satu ciri khas KVA adalah kesulitan dalam melihat dengan jelas pada kondisi cahaya yang rendah, seperti saat senja atau malam hari. Penglihatan malam yang terganggu dapat berupa kesulitan melihat objek dengan jelas atau pandangan kabur.

  2. Gangguan mata: KVA dapat menyebabkan masalah pada mata, seperti keringnya mata dan peradangan konjungtiva (konjungtivitis). Gejala-gejala ini dapat mencakup mata kemerahan, gatal, berair, dan rasa terbakar.

  3. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan: Kekurangan vitamin A dapat memengaruhi pertumbuhan dan perkembangan pada anak-anak. Anak-anak dengan KVA mungkin mengalami pertumbuhan terhambat, pertambahan berat badan yang lambat, dan keterlambatan perkembangan fisik dan kognitif.

  4. Xerosis dan keratinisasi: KVA dapat menyebabkan kekeringan dan kulit kasar (xerosis) serta keratinisasi yang berlebihan pada jaringan tubuh, termasuk kulit dan membran mukosa. Hal ini dapat menyebabkan kulit kering, pecah-pecah, dan kerontokan rambut.

Untuk mengatasi Kekurangan Vitamin A (KVA), diperlukan suplementasi vitamin A dan perbaikan dalam pola makan. Asupan makanan yang kaya akan vitamin A seperti hati, telur, ikan, wortel, labu, dan sayuran hijau dapat membantu mengatasi kekurangan ini. 

Ilustrasi telur, ikan, dan sayuran hijau sebagai makanan sehat meningkatkan gizi

Guna mencegah KVA, Indonesia menerapkan pemberian kapsul vitamin A di Puskesmas setiap Februari dan Agustus. Dosis yang diberikan yaitu 100.000 IU untuk bayi usia 6-11 bulan dan 200.000 IU untuk anak usia 12-59 bulan. 

3. Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY)

Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY) adalah kondisi yang terjadi ketika tubuh mengalami defisiensi atau kekurangan yodium. Yodium adalah mineral penting yang diperlukan oleh kelenjar tiroid untuk memproduksi hormon tiroid yang penting bagi fungsi normal tubuh. 

Kekurangan yodium dapat menyebabkan gangguan pada kelenjar tiroid dan berbagai masalah kesehatan lainnya. Ciri-ciri Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY) antara lain:

  1. Pembesaran kelenjar tiroid (gondok): Kekurangan yodium dapat menyebabkan pembesaran kelenjar tiroid yang terlihat sebagai gondok di leher.

  2. Gangguan pertumbuhan fisik dan perkembangan mental: Kekurangan yodium pada anak-anak dapat menghambat pertumbuhan fisik dan perkembangan mental, termasuk rendahnya IQ dan gangguan pembelajaran.

  3. Gangguan pada kehamilan dan perkembangan janin: Kekurangan yodium pada ibu hamil dapat berdampak serius pada perkembangan janin, seperti kerusakan otak dan kelainan kognitif.

  4. Gangguan pada fungsi tiroid: Kekurangan yodium dapat mengganggu fungsi normal kelenjar tiroid, mempengaruhi metabolisme tubuh, energi, dan regulasi suhu tubuh.

  5. Gangguan reproduksi: Kekurangan yodium dapat mempengaruhi fungsi reproduksi pada wanita dan pria, termasuk gangguan menstruasi, kesulitan kehamilan, dan masalah kesuburan.

Cara mengatasi Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY) antara lain dengan mengonsumsi makanan yang kaya yodium dan menggunakan garam beryodium dalam masakan. Jika diperlukan, penggunaan suplemen yodium sesuai anjuran dokter atau ahli gizi dapat dilakukan. 

4. Anemia Gizi Besi (AGB) 

Kekurangan zat besi ditandai dengan kadar hemoglobin yang rendah dalam sel darah merah, yang pada akhirnya mengurangi kemampuan darah untuk mengangkut oksigen ke jaringan tubuh. Kondisi Anemia Gizi Besi (AGB) ini merupakan masalah gizi di Indonesia yang cukup sering terjadi.

Kekurangan zat besi dapat disebabkan oleh diet yang tidak mencukupi zat besi, masalah penyerapan zat besi dalam tubuh, atau kehilangan darah yang berlebihan. Gejala Anemia Gizi Besi (AGB) di antaranya:

  1. Kelelahan dan kelemahan: Penderitanya sering mengalami kelelahan yang berlebihan dan kelemahan fisik yang persisten.

  2. Pucat: Anemia Gizi Besi dapat menyebabkan kulit, bibir, dan kuku menjadi pucat, karena kurangnya jumlah sel darah merah yang sehat.

  3. Sesak napas: Kekurangan zat besi dapat mengurangi kemampuan darah untuk mengangkut oksigen, sehingga menyebabkan sesak napas dan sesak saat melakukan aktivitas fisik.

  4. Penurunan daya tahan tubuh: Penderita AGB cenderung lebih rentan terhadap infeksi dan sering mengalami penurunan daya tahan tubuh.

  5. Gangguan kognitif: Anemia Gizi Besi dapat mempengaruhi konsentrasi dan fungsi kognitif, termasuk masalah fokus, kebingungan, dan penurunan performa kognitif.

Cara mengatasi kekurangan zat besi yakni dengan meningkatkan asupan zat besi melalui makanan yang kaya zat besi seperti daging merah, hati, ikan, sayuran berdaun hijau, dan kacang-kacangan.  Penggunaan suplemen zat besi yang diresepkan oleh dokter juga dapat membantu mengatasi AGB. 

5. Gizi Lebih (Obesitas)

Tidak sedikit orang tua yang menganggap anak dengan berat badan berlebihan itu menggemaskan. Sehingga anak terus-menerus diberikan makanan melebihi kebutuhannya. Padahal, gizi lebih penyebab obesitas termasuk salah satu masalah gizi di Indonesia yang harus segera ditangani.

Ciri-ciri gizi lebih atau obesitas antara lain:

  1. Kelebihan berat badan: Obesitas ditandai oleh akumulasi lemak berlebih dalam tubuh, yang menyebabkan peningkatan berat badan yang signifikan.

  2. Lingkar pinggang yang besar: Obesitas sering kali menyebabkan peningkatan lingkar pinggang, di mana lemak terkumpul di sekitar area perut.

  3. Kehilangan kebugaran fisik: Penderita obesitas sering mengalami kehilangan kebugaran fisik, seperti sulit bernapas, cepat lelah, dan sulit melakukan aktivitas fisik.

  4. Gangguan tidur: Obesitas dapat menyebabkan gangguan tidur, termasuk sleep apnea, insomnia, dan gangguan pernapasan selama tidur.

  5. Masalah kesehatan terkait: Obesitas meningkatkan risiko penyakit seperti diabetes tipe 2, penyakit jantung, tekanan darah tinggi, gangguan metabolisme, dan masalah sendi.

Cara mencegah obesitas bisa dilakukan dengan mengontrol jumlah kalori dan porsi makan, menghindari makanan olahan dan camilan tidak sehat, serta mengelola stres juga membantu dalam menurunkan berat badan dan menjaga keseimbangan tubuh. Dianjurkan juga untuk melakukan aktivitas fisik teratur, seperti berjalan kaki, berlari, atau berenang, minimal 150 menit per minggu.

Anak Gizi Lebih atau Obesitas

Masalah gizi di Indonesia seperti Kurang Energi Protein (KEP), Kekurangan Vitamin A (KVA), Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY), kekurangan zat besi atau Anemia Gizi Besi (AGB), dan gizi lebih penyebab obesitas, bukanlah masalah sepele. Diperlukan kerja sama berbagai pihak untuk mengatasinya.

Status gizi masyarakat merupakan indikator penting dalam kemajuan program pembangunan kesehatan. Apalagi gizi turut menentukan tingkat kesejahteraan dan kecerdasan manusia.

Status gizi tersebut dipengaruhi 2 faktor, yakni langsung dan tidak langsung. Faktor yang memengaruhi secara langsung antara lain penyakit infeksi dan jenis pangan yang dikonsumsi, baik secara kuantitas maupun kualitas.

Faktor tidak langsung yang memengaruhi status gizi masyarakat di antaranya rendahnya pengetahuan, tingkat pendidikan, jumlah pendapatan, dan sanitasi lingkungan. Tidak ketinggalan rendahnya ketahanan pangan rumah tangga dan perilaku terhadap pelayanan kesehatan juga turut memengaruhi masalah gizi masyarakat.

Memperbaiki gizi keluarga tidak selalu harus mengeluarkan biaya mahal. Masyarakat bisa memulainya dengan memahami kandungan nutrisi dari makanan. Kemudian ketahanan pangan tingkat rumah tangga bisa diupayakan dengan memelihara ikan dan ayam untuk konsumsi pribadi, serta menanam tanaman pangan seperti singkong, kentang, dan buah-buahan.